KEMITRAAN
BIDAN DENGAN DUKUN
Masalah
kesehatan bagi penduduk di kota maupun di perdesaan Indonesia masih saja
merupakan masalah yang pelik. Hal tersebut dapat dilihat dari banyaknya program
kesehatan yang diterapkan dan terus dikembangkan belum berjalan dengan baik,
baik itu program kesehatan baru maupun program kesehatan hasil modifikasi
program lama. Banyak pelayanan kesehatan yang belum memadai. Indikator yang
penting adalah kematian ibu dan bayi yang masih tinggi. Tak dapat disangkal
lagi, ilmu kedokteran modern telah berkembang pesat sehingga meninggalkan
konsep lama yang dibatasi oleh penggunaan teknis medis modern dalam melawan
penyakit.
Upaya bidang
kesehatan masyarakat seperti peningkatan taraf kesehatan perorangan, pendidikan
kesehatan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, dan keluarga
berencana harus juga memperhitungkan pengetahuanpengetahuan lain mengenai kebiasaan,
adat istiadat, dan tingkat pengetahuan traditional medicine masyarakat
setempat. Seringkali, program kesehatan menemui kegagalan karena dicoba untuk
dijalankan hanya semata-mata dengan berpedoman kepada pertimbangan teknis medis
yang ’kaku’. Salah satu program yang belum mencapai sasaran sebagaimana yang
diharapkan, adalah pertolongan persalinan. Hampir di seluruh Indonesia masih
banyak persalinan yang ditolong oleh dukun bayi.
Tenaga dukun
bayi sejak dahulu kala sampai sekarang merupakan pemegang peranan penting dalam
pelayanan kebidanan. Dalam lingkungan dukun bayi merupakan tenaga terpercaya
dalam segala soal yang terkait dengan reproduksi wanita. Ia selalu membantu
pada masa kehamilan, mendampingi wanita saat bersalin, sampai persalinan
selesai dan mengurus ibu dan bayinya dalam masa nifas.
Dukun bayi
biasanya seorang wanita sudah berumur ± 40 tahun ke atas. Pekerjaan ini turun
temurun dalam keluarga atau karena ia merasa mendapat pangglan tugas ini.
Pengetahuan tentang fisiologis dan patologis dalam kehamilan, persalinan, serta
nifas sangat terbatas oleh karena itu apabila timbul komplikasi ia tidak mampu
untuk mengatasinya, bahkan tidak menyadari akibatnya, dukun tersebut menolong
hanya berdasarkan pengalaman dan kurang professional. Berbagai kasus sering
menimpa seoarang ibu atau bayinya seperti kecacatan bayi sampai pada kematian
ibu dan anak.
Dalam usaha
meningkatkan pelayanan kebidanan dan kesehatan anak maka tenaga kesehatan
seperti bidan mengajak dukun untuk melakukan pelatihan dengan harapan dapat
meningkatkan kemampuan dalam menolong persalinan, selain itu dapat juga
mengenal tanda-tanda bahaya dalam kehamilan dan persalinan dan segera minta
pertolongan pada bidan. Dukun bayi yang ada harus ditingkatkan kemampuannya,
tetapi kita tidak dapat bekerjasama dengan dukun bayi dalam mengurangi angka
kematian dan angka kesakitan (Prawirohardjo, 2005)
.
A.
Pengertian
Pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan non-medis seringkali dilakukan oleh seseorang
yang disebut sebagai dukun beranak, dukun bersalin atau peraji. Pada dasarnya
dukun bersalin diangkat berdasarkan kepercayaan masyarakat setempat atau
merupakan pekerjaan yang sudah turun temurun dari nenek moyang atau keluarganya
dan biasanya sudah berumur ± 40 tahun ke atas ( Prawirohardjo, 2005).
Dukun bayi
adalah profesi seseorang yang dalam aktivitasnya, menolong proses persalinan
seseorang, merawat bayi mulai dari memandikan, menggendong, belajar
berkomunikasi dan lain sebagainya. Dukun bayi biasanya juga selain dilengkapi
dengan keahlian atau skill, juga dibantu dengan berbagai mantra khusus yang
dipelajarinya dari pendahulu mereka. Proses pendampingan tersebut berjalan
sampai dengan bayi berumur 2 tahunan. Tetapi, pendampingan yang sifatnya rutin
sekitar 7 – 10 hari pasca melahirkan
B.
Cara-cara yang digunakan oleh para
dukun bayi
Tak berbeda
dengan seorang bidan, dukun beranak melakukan pemeriksaan kehamilan melalui
indri raba (palpasi). Biasanya perempuan yang mengandung, sejak mengidam sampai
melahirkan selalu berkonsultasi kepada dukun, bedanya dibidan perempuan yang
mengandunglah yang datang ketempat praktek bidan untuk berkonsultasi. Sedangkan
dukun ia sendiri yang berkeliling dari pintu ke pintu memeriksa ibu yang hamil.
Sejak usia kandungan 7 bulan control dilakukan lebih sering. Dukun menjaga jika
ada gangguan, baik fisik maupun non fisik terhadap ibu dan janinnya. Agar janin
lahir normal, dukun biasa melakukan perubahan posisi janin dalam kandungan
dengan cara pemutaran perut (diurut-urut)disertai doa.
Ketika usia
kandungan 4 bulan, dukun melakukan upacara tasyakuran katanya janin mulai
memiliki roh.hal itu terasa pada perut ibu bagian kanan ada gerakan halus. Pada
usia kandungan 7 bulan, dukun melakukan upacara tingkeban. Katanya janin mulai
bergerak meninggalkan alam rahim menuju alam dunia, melalui kelahiran. Calon
ibu mendapat perawatan khusus, selain perutnya dielus-elus, badannya juga
dipijat-pijat, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Malah disisir dan di bedaki
agar ibu hamil tetap cantik meskipun perutnya makan lama makin besar.
C. Faktor-faktor Penyebab Mengapa Masyarakat Lebih Memilih Dukun Bayi
daripada Bidan
Masih banyak
masyarakat yang memilih persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan dukun bayi
daripada bidan disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. Kemiskinan
Tersedianya
berbagai jenis pelayanan publik serta persepsi tentang nilai dan mutu pelayanan
merupakan faktor penentu apakah rakyat akan memilih kesehatan atau tidak.
Biasanya, perempuan memilih berdasarkan penyedia layanan tersebut, sementara
laki-laki menentukan pilihan mereka berdasarkan besar kecilnya biaya sejauh
dijangkau oleh
masyarakat miskin.
masyarakat miskin.
Walaupun biaya
merupakan alasan yang menentukan pilihan masyarakat miskin, ada sejumlah faktor
yang membuat mereka lebih memilih layanan yang diberikan oleh dukun. Biaya
pelayanan yang diberikan oleh bidan di desa untuk membantu persalinan lebih
besar daripada penghasilan RT miskin dalam satu bulan. Disamping itu, biaya
tersebut pun harus dibayar tunai. Sebaliknya, pembayaran terhadap dukun lebih
lunak secara uang tunai dan ditambah barang.
2.
Masih langkanya tenaga bidan di
daerah-daerah pedalaman
Sekarang dukun
di kota semakin berkurang meskipun sebetulnya belum punah sama sekali bahkan
disebagian besar kabupaten, dukun bayi masih eksis dan dominan.
3.
Kultur budaya masyarakat
Masyarakat kita
terutama di pedesaan, masih lebih percaya kepada dukun bayi daripada kepada
bidan apalagi dokter. Rasa takut masuk rumah sakit maih melekat pada kebanyakan
kaum perempuan. Kalaupun terjadi kematian ibu atau kematian bayi mereka terima
sebagai musibah yang bukan ditentukan manusia. Selain itu masih banyak
perempuan terutama muslimah yang tidak membenarkan pemeriksaan kandungan,
apalagi persalinan oleh dokter atau para medis laki-laki. Dengan sikap budaya
dan agama seperti itu, kebanyakan kaum perempuan di pedesaan tetap memilih
dukun beranak sebagai penolong persalinan meskipun dengan resiko sangat tinggi.
4.
Bidan desa kurang Proaktif
Departemen
Kesehatan (Depkes) dengan program Pendidikan Bidan Desa merupakan suatu upaya
untuk menurunkan AKI (Angka Kematian Ibu). Program Pendidikan Bidan Desa
menjadi program unggulan Depkes yang dilakukan dengan memberikan pendidikan
tambahan satu tahun sesudah pendidikan SPK (Sekolah Pendidikan Kebidanan) bagi
calon didiknya.
Program ini
tidak luput dari kesulitan karena beberapa alasan:
a) calon bidan desa usianya terlalu muda, kebanyakan belum menikah,
b) program satu tahun tidak cukup untuk bisa menangani persalinan sendiri,
tidak jarang dalam waktu pendidikan calon bidan desa hanya mengalami satu kali
persalinan sendiri atau bersama kelompok,
c) banyak bidan desa merangkap menjadi mahasiwa perguruan tinggi pada sore
harinya di tempat lain. Otomatis mereka tidak siap menolong persalinan pada
sore dan malam hari,
d) Pendidikan di kota memberikan dampak bahwa bidan desa lebih menyenangi
kehidupan di kota daripada di tempat terpencil di desa.
Keadaan ini
menyebabkan hubungan yang kurang sehat antara masyarakat, khususnya ibu dan
dukun bayi yang sudah ada di masyarakat dengan bidan desa yang merupakan
pendatang baru. Selain kurang proaktif\ bidan desa juga masih kurang percaya
diri untuk membaur dengan masyakat. Perubahan sikap dan perilaku dari bidan
desa untuk menyesuaikan diri di masyarakat memerlukan waktu.
D.
Masalah yang dapat ditimbulkan
apabila persalinan ditolong oleh Dukun Bayi
Masalah yang
ditimbulkan bila persalinan ditolong oleh selain tenaga-medis cenderung tinggi
akibat pertolongan persalinan tanpa tenaga & fasilitas memadai. Karena
persalinan masih ditangani oleh dukun beranak atau peraji, kasus kematian ibu
saat melahirkan masih tetap tinggi. Pertolongan gawat darurat bila terjadi
kasus perdarahan atau infeksi yang diderita ibu yang melahirkan, tidak dapat
dilakukan.
Definisi
masyarakat yang masih menggunakan tenaga bidan bayi tentang mutu pelayanan
berbeda dengan definisi standar medis. Kelemahan utama dari mutu pelayanan
adalah tidak terpenuhinya standar minimal medis oleh para dukun beranak,
seperti dengan praktek yang tidak steril(memotong tali pusat dengan sebilah
bambu dan meniup lubang hidung bayi yang baru lahir dengan mulut). Selain itu,
pertolongan persalinan oleh dukun sering menimbulkan kasus persalinan,
diantaranya kepala bayi sudah lahir tetapi badannya masih belum bisa keluar
atau partus macet, itu disebabkan karena cara memijat dukun bayi tersebut kurang
profesional dan hanya berdasarkan kepada pengalaman.
E.
Usaha Untuk membangun Kemitraan
Bidan dengan Dukun Bayi
Kemitraan
adalah suatu bentuk kerjasama antara bidan dengan dukun dimana setiap kali ada
pasien yang hendak bersalin, dukun akan memanggil bidan. Pada saat pertolongan
persalinan tersebut ada pembagian peran antara bidan dengan dukunnya.
Sebenarnya, selain pada saat persalinan ada juga pembagian peran yang dilakukan
pada saat kehamilan dan masa nifas, tetapi memang yang lebih banyak diutarakan
adalah kerjasama pada saat
persalinan.
persalinan.
Peranan bidan
lebih ditekankan kepada persalinan dan masa nifas. Pada saat persalinan, sudah
semestinya peran bidan porsinya lebih besar dibandingkan dengan peran dukun.
Selain menolong persalinan, bidan pun dapat memberikan suntikan kepada pasien
yang membutuhkannya atau dapat dengan segera merujuk ke rumah sakit jika ada
persalinan yang gawat atau sulit. Peran dukun hanya sebatas membantu bidan
seperti mengelus-elus tubuh pasien, memberikan minum bila pasien membutuhkan dan
yang terutama adalah memberikan kekuatan batin kepada pasien. Kehadiran dukun
bayi sangatlah penting karena pasien beranggapan bahwa bila saat melahirkan
ditunggui oleh dukun, maka persalinan akan berjalan lancar.
Usaha-usaha
peningkatan pelayanan kesehatan seperti yang tercermin dalam program dukun terlatih
itu memang bukan bertujuan untuk menghilangkan peranan yang dimainkan oleh
sistem perawatan kesehatan yang lama dan menggantinya dengan sistem perawatan
kesehatan yang baru. Pendidikan yang diberikan dalam program dukun latih itu
justru terwujud sebagai pengakuan untuk menyelenggarakan (enforcement)
pelayanan kesehatan kepada lembaga dukun bayi, khususnya penyelenggaraan proses
pertolongan persalinan bagi masyarakat yang tinggal di daerah-daerah dimana
fasilitas pelayanan kesehatan baru sangat terbatas. Lebih dari itu, dengan
pendidikan yang diberikan, dukun bayi dianggap mampu mengantikan kehadiran
fasilitas kesehatan yang baru yang diharapkan dapat meningkatkan taraf
kesehatan penduduk.
Pendidikan/kursus
dukun bayi juga dimaksudkan untuk pemberian pengetahuan yang melengkapi
sifatnya, dengan harapan dapat menurunkan resiko persalinan dan meningkatkan
harapan hidup bayi dan ibunya. Dengan demikian, tugas-tugas pelayanan medis
dilimpahkan pada dukun bayi yang memang tinggal bersama masyarakat setempat.
Namun yang
perlu diperhatikan, pengetahuan dan alih teknologi membutuhkan waktu sebelum
pengetahuan dan teknologi tersebut benar-benar jadi milik masyarakat yang
bersangkutan. Sebagaimana yang dikemukan oleh Michael Winkelman, ada tiga
faktor penghalang dalam pelaksanaan atau penerapan program yang disebut the
three delays yaitu:
a)
rintangan budaya (cultural
barrier)
Setiap kelompok
masyarakat memilki budaya yang berbeda. Ada sebagian yang memilih untuk melahirkan
dengan dukun karna menurut kebudayaannya itu lebih baik. Sehingga keberadaan
dukun lebih dipandang berpengaruh dibandingkan keberadaan Bidan di dalam
masyarakat tersebut.
b)
rintangan sosial (social barrier)
Rintangan sosial
ini berhubungan dengan kehidupan sosial masyarakat.
c)
rintangan psikologis
(psychological barrier)
Masyarakat lebih
percaya dan nyaman dengan dukun karena pendekatan yang dipakai dukun adalah
dengan menjalin interaksi. Dibandingkan dengan bidan, dukun lebih peka terhadap
ibu hamil, karena dukun yang mencari ibu hamil akan tetapi kalau Bidan, ibu
hamil yang mengunjunginya jadi secara psikologis bumil lebih nyaman dengan
dukun.
Ketiga hal
tersebut yang perlu dicermati dalam penyusunan program pelatihan agar
pengetahuan dan teknologi yang dilatihkan menjadi milik masyarakat setempat.
F.
Program Kemitraan Bidan Dukun
|
Program Kemitraan Bidan – Dukun
merupakan salah satu program sebagai upaya untuk meningkatkan cakupan
pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan. Definisi Kemitraan Bidan – Dukun
sendiri adalah suatu bentuk kerjasama bidan dan dukun yang saling
menguntungkan dengan prinsip keterbukaan, kesetaraan dan kepercayaan dalam
upaya untuk menyelamatkan ibu dan bayi, dengan menempatkan bidan sebagai
penolong persalinan dan mengalihfungsikan dukun dari penolong persalinan
menjadi mitra dalam merawat ibu dan bayi pada masa nifas, dengan berdasarkan
kesepakatan yang telah dibuat antara bidan dan dukun serta melibatkan seluruh
unsur/elemen masyarakat yang ada.
Keberhasilan dari kegiatan kemitraan
Bidan – Dukun adalah ditandai dengan adanya kesepakatan antara Bidan dan
dukun dimana dukun akan selalu merujuk setiap ibu hamil dan bersalin yang
datang. serta akan membantu bidan dalam merawat ibu setelah bersalin dan
bayinya. Sementara Bidan sepakat untuk memberikan sebagian penghasilan dari
menolong persalinan yang dirujuk oleh dukun kepada dukun yang merujuk dengan
besar yang bervariasi. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam peraturan
tertulis disaksikan oleh pempinan daerah setempat (Kepala Desa, Camat).
Langkah – langkah program
kemitraan Bidan – Dukun :
I. Tingkat Propinsi : 1. Penyusunan Juknis; 2.
Sosialisasi kepada dinkes Kab/Kota dan Lintas Sektor; 3. Fasilitasi ke
Kab/Kota dan 4. Evaluasi
II. Tingkat Kab/Kota : 1. Sosialisasi kepada lintas
sektor; 2. Pembekalan Teknis dan 3. Pemantauan
III. Tingkat Kecamatan/Puskesmas : 1. Sosialisasi
kepada lintas sektor tingkat kecamatan dan desa; dan 2. Pemantauan dan
Evaluasi
IV. Tingkat Desa : 1. Sosialisasi dan kesepakatan;
2. Pembekalan dan magang dukun; 3. Dana bergulir; Pertemuan rutin bidan –
dukun (andy yussianto).
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar