EKLAMSI
1.Pengertian
Eklamsi dalam bahasa Yunani berarti
”halilintar”, karena kejang-kejang timbul tiba-tiba seperti petir.Pada ibu
penderita pre-eklamsia berat, timbul konvulsi yang dapat diikuti oleh koma.
Menurut saat timbulnya dibagi dalam (1) eklamsi gravidarum (50%); (2) eklamsi
parturien (40%) eklamsi puerperium (10%).
Angka kejadian eklamsi bervariasi di berbagai
negara. Makin maju suatu negara, tambah tinggi kesaran masyarakatnya terhadap
pentingnya arti antenatal care, tambah rendah angka kejadian eklamsinya.
Frekuensi di negara-negara maju
0,05 – 0,1%
Frekuensi di negara-negara
berkembang 0,3 – 0,7%
Malaysia (1953-1965) – kasus di rumah sakit:
Frekuensi di rumah sakit
1:320
Frekuensi
seluruhnya
1:700
2.Etiologi
/ Patogenesis
Etiologi dan patogenesis preeklampsia dan eklampsia
sampai saat ini masih belum sepenuhnya difahami, masih banyak ditemukan
kontroversi, itulah sebabnya penyakit ini sering disebut “the disease of theories”.
Pada saat ini hipotesis utama yang dapat diterima untuk menerangkan terjadinya
preeklampsia adalah : faktor imunologi, genetik, penyakit pembuluh darah dan
keadaan dimana jumlah trophoblast yang berlebihan dan dapat mengakibatkan
ketidakmampuan invasi trofoblast terhadap arteri spiralis pada awal trimester
satu dan trimester dua. Hal ini akan menyebabkan arteri spiralis tidak dapat
berdilatasi dengan sempurna dan mengakibatkan turunnya aliran darah di
plasenta. Berikutnya akan terjadi stress oksidasi, peningkatan radikal bebas,
disfungsi endotel, agregasi dan penumpukan trombosit yang dapat terjadi
diberbagai organ.
3.Gejala-Gejala Eklamsi
Biasanya didahului oleh gejala dan tanda per-ekelamsi
berat. serangan eklamsi dibagi dalam 4 tingkat:
1) Stadium invasi (awal atau
aurora)
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan
tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau ke kiri.
Stadium ini berlangsung kira-kira 30 detik.
2) Stadium kejang tonik.
Seluruh otot badan jadi baku, wajah kaku, tangan
mengenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernfasan berhenti, muka mulai
kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit.
3) Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi berulang-ulang dalam waktu yang
cepat. Mulut terbuka dan menutup, keluar ludah berbusa dan lidah dapat
tergigit. Mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah
berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar,
menarik nafas seperti mendengkur.
4) Stadium Koma
Lamanya ketidaksadaran (koma) ini berlangsung selama
beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul
serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma.
selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan
suhu naik sampai 40oC.
4.Faktor Predisposisi Terjadinya
Preeklampsia dan Eklampsia
Primigravida, kehamilan ganda, diabetes melitus,
hipertensi essensial kronik, mola hidatidosa, hidrops fetalis, bayi besar,
obesitas, riwayat pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, riwayat keluarga
pernah menderita preeklampsia atau eklamsia, lebih sering dijumpai pada
penderita preeklampsia dan eklampsia.
5.Terminologi
Dahulu,
disebut pre eklampsia jika dijumpai trias tanda klinik yaitu : tekanan darah ≥
140/90 mmHg, proteinuria dan edema. Tapi sekarang edema tidak lagi dimasukkan
dalam kriteria diagnostik, karena edema juga dijumpai pada kehamilan normal.
Pengukuran tekanan darah harus diulang berselang 4 jam, tekanan darah diastol ≥
90 mmHg digunakan sebagai pedoman.
Eklampsia adalah pre eklampsia yang mengalami komplikasi
kejang tonik klonik yang bersifat umum. Koma yang fatal tanpa
disertai kejang pada penderita pre eklampsia juga disebut eklampsia. Namun kita
harus membatasi definisi diagnosis tersebut pada wanita yang mengalami kejang
dan kematian pada kasus tanpa kejang yang berhubungan dengan pre eklampsia
berat. Mattar dan Sibai (2000) melaporkan komplikasi – komplikasi yang terjadi
pada kasus persalinan dengan eklampsia antara tahun 1978 – 1998 di sebuah rumah
sakit di Memphis, adalah solutio plasentae (10 %), defisit neurologis (7 %),
pneumonia aspirasi (7 %), edema
pulmo (5 %), cardiac arrest (4 %), acute renal failure (4 %) dan kematian
maternal (1 %)
6.Gambaran Klinis Eklampsia
Seluruh
kejang eklampsia didahului dengan pre eklampsia. Eklampsia digolongkan menjadi
kasus antepartum, intrapartum atau postpartum tergantung saat kejadiannya
sebelum persalinan, pada saat persalinan atau sesudah persalinan. Tanpa
memandang waktu dari onset kejang, gerakan kejang biasanya dimulai dari daerah
mulut sebagai bentuk kejang di daerah wajah.
Beberapa
saat kemudian seluruh tubuh menjadi kaku karena kontraksi otot yang menyeluruh,
fase ini dapat berlangsung 10 sampai 15 detik. Pada saat yang bersamaan rahang
akan terbuka dan tertutup dengan keras, demikian juga hal ini akan terjadi pada
kelopak mata, otot – otot wajah yang lain dan akhirnya seluruh otot mengalami
kontraksi dan relaksasi secara bergantian dalam waktu yang cepat. Keadaan ini
kadang – kadang begitu hebatnya sehingga dapat mengakibatkan penderita
terlempar dari tempat tidurnya, bila tidak dijaga. Lidah penderita dapat
tergigit oleh karena kejang otot – otot rahang. Fase ini dapat berlangsung
sampai 1 menit, kemudian secara berangsur kontraksi otot menjadi semakin lemah
dan jarang dan pada akhirnya penderita tidak bergerak.
Setelah kejang diafragma menjadi kaku dan pernafasan
berhenti. Selama beberapa detik penderita sepertinya meninggal karena henti
nafas, namun kemudian penderita bernafas panjang, dalam dan selanjutnya
pernafasan kembali normal. Apabila tidak ditangani dengan baik, kejang pertama
ini akan diikuti dengan kejang – kejang berikutnya yang bervariasi dari kejang
yang ringan sampai kejang yang berkelanjutan yang disebut status epileptikus.
Setelah kejang berhenti penderita mengalami koma selama
beberapa saat. Lamanya koma setelah kejang eklampsia bervariasi. Apabila kejang
yang terjadi jarang, penderita biasanya segera pulih kesadarannya segera
setelah kejang. Namun pada kasus – kasus yang berat, keadaan koma berlangsung
lama, bahkan penderita dapat mengalami kematian tanpa sempat pulih
kesadarannya. Pada kasus yang jarang, kejang yang terjadi hanya sekali namun
dapat diikuti dengan koma yang lama bahkan kematian.
Frekuensi pernafasan biasanya meningkat setelah kejang
eklampsia dan dapat mencapai 50 kali/menit. Hal ini dapat menyebabkan
hiperkarbia sampai asidosis laktat, tergantung derajat hipoksianya. Pada kasus
yang berat dapat ditemukan sianosis. Demam tinggi merupakan keadaan yang jarang
terjadi, apabila hal tersebut terjadi maka penyebabnya adalah perdarahan pada
susunan saraf pusat.
7.Komplikasi
Proteinuria hampir selalu didapatkan, produksi urin
berkurang, bahkan kadang – kadang sampai anuria dan pada umumnya terdapat
hemoglobinuria. Setelah persalinan urin output akan meningkat dan ini merupakan
tanda awal perbaikan kondisi penderita. Proteinuria dan edema menghilang dalam
waktu beberapa hari sampai 2 minggu setelah persalinan. Apabila keadaan
hipertensi menetap setelah persalinan maka hal ini merupakan akibat penyakit
vaskuler kronis.
Edema pulmo dapat terjadi setelah kejang eklampsia. Hal
ini dapat terjadi karena pneumonia
aspirasi dari isi lambung yang masuk ke dalam saluran nafas yang
disebabkan penderita muntah saat kejang. Selain itu dapat pula karena penderita
mengalami dekompensasio kordis, sebagai akibat hipertensi berat dan pemberian
cairan yang berlebihan.
Pada beberapa kasus eklampsia, kematian mendadak dapat
terjadi bersamaan atau beberapa saat setelah kejang sebagai akibat perdarahan
otak yang masiv. Apabila perdarahan otak tersebut tidak
fatal maka penderita dapat mengalami
hemiplegia. Perdarahan otak lebih sering didapatkan pada wanita usia lebih tua
dengan riwayat hipertensi kronis. Pada
kasus yang jarang perdarahan otak dapat disebabkan pecahnya aneurisma
Berry atau arterio venous malformation.
Pada
kira – kira10 % kasus, kejang eklampsia dapat diikuti dengan kebutaan dengan
variasi tingkatannya. Kebutaan jarang terjadi pada pre eklampsia. Penyebab
kebutaan ini adalah terlepasnya perlekatan retina atau terjadinya iskemia atau
edema pada lobus oksipitalis. Prognosis penderita untuk dapat melihat kembali
adalah baik dan biasanya pengelihatan akan pulih dalam waktu 1 minggu.
Pada
kira- kira 5 % kasus kejang eklampsia terjadi penurunan kesadaran yang berat
bahkan koma yang menetap setelah kejang. Hal ini sebagai akibat edema serebri
yang luas. Sedangkan kematian pada kasus eklampsia dapat pula terjadi akibat
herniasi uncus trans tentorial.
Pada
kasus yang jarang kejang eklampsia dapat diikuti dengan psikosis, penderita
berubah menjadi agresif. Hal ini biasanya berlangsung beberapa hari sampai
sampai 2 minggu namun prognosis penderita untuk kembali normal baik asalkan
tidak terdapat kelainan psikosis sebelumnya. Pemberian obat – obat antipsikosis
dengan dosis yang tepat dan diturunkan secara bertahap terbukti efektif dalam
mengatasi masalah ini.
8.Pengolahan
Pritchard (1955) memulai standardisasi rejimen terapi
eklampsia di Parkland Hospital dan rejimen ini sampai sekarang masih digunakan.
Pada tahun 1984 Pritchard dkk melaporkan hasil penelitiannya dengan rejimen
terapi eklampsia pada 245 kasus eklampsia. Prinsip – prinsip dasar
pengelolaan eklampsia adalah sebagai berikut :
- Terapi suportif untuk stabilisasi pada penderita
- Selalu diingat mengatasi masalah – masalah Airway, Breathing, Circulation
- Kontrol kejang dengan pemberian loading dose MgSO4 intravena, selanjutnya dapat diikuti dengan pemberian MgSO4 per infus atau MgSO4 intramuskuler secara loading dose didikuti MgSO4 intramuskuler secara periodik.
- Pemberian obat antihipertensi secara intermiten intra vena atau oral untuk menurunkan tekanan darah, saat tekanan darah diastolik dianggap berbahaya. Batasan yang digunakan para ahli berbeda – beda, ada yang mengatakan 100 mmHg, 105 mmHg dan beberapa ahli mengatakan 110 mmHg.
- Koreksi hipoksemia dan asidosis
- Hindari penggunaan diuretik dan batasi pemberian cairan intra vena kecuali pada kasus kehilangan cairan yang berat seperti muntah ataupun diare yang berlebihan. Hindari penggunaan cairan hiperosmotik.
- Terminasi kehamilan
Himpunan
Kedokteran Fetomaternal POGI telah membuat pedoman pengelolaan eklampsia yang
terdapat dalam Pedoman Pengelolaan Hipertensi Dalam Kehamilan di Indonesia,
berikut ini kami kutipkan pedoman tersebut.
9.Pengobatan
Medisinal
1. MgSO4 :
Initial dose :
- Loading dose : 4 gr MgSO4 20% IV (4-5 menit)
Bila kejang berulang diberikan MgSO4 20 % 2 gr IV,
diberikan sekurang - kurangnya 20 menit setelah pemberian terakhir. Bila
setelah diberikan dosis tambahan masih tetap kejang dapat diberikan Sodium
Amobarbital 3-5 mg/ kg BB IV perlahan-lahan.
- Maintenace dose : MgSO4 1 g / jam intra vena
2. Antihipertensi diberikan jika
tekanan darah diastolik >
110 mmHg. Dapat diberikan nifedipin sublingual 10 mg. Setelah 1 jam, jika
tekanan darah masih tinggi dapat diberikan nifedipin ulangan 5-10 mg sublingual
atau oral dengan interval 1 jam, 2 jam atau 3 jam sesuai kebutuhan. Penurunan
tekanan darah tidak boleh terlalu agresif. Tekanan darah diastolik jangan
kurang dari 90 mmHg, penurunan tekanan darah maksimal 30%. Penggunaan
nifedipine sangat dianjurkan karena harganya murah, mudah didapat dan mudah
pengaturan dosisnya dengan efektifitas yang cukup baik.
3. Infus Ringer Asetat
atau Ringer Laktat. Jumlah cairan dalam 24 jam sekitar 2000 ml, berpedoman
kepada diuresis, insensible water loss dan CVP .
4. Perawatan
pada serangan kejang :
·
Dirawat di kamar isolasi yang cukup tenang.
·
Masukkan sudip lidah ( tong spatel ) kedalam
mulut penderita.
·
Kepala direndahkan , lendir diisap dari daerah
orofarynx.
·
Fiksasi
badan pada tempat tidur harus aman namun cukup longgar guna menghindari
fraktur.
·
Pemberian
oksigen.
·
Dipasang
kateter menetap ( foley kateter ).
5. Perawatan pada penderita koma : Monitoring
kesadaran dan dalamnya koma memakai “Glasgow – Pittsburg Coma Scale “.
Perlu diperhatikan
pencegahan dekubitus dan makanan penderita.
Pada koma yang lama ( > 24 jam ), makanan melalui hidung (
NGT = Naso Gastric Tube : Neus Sonde Voeding ).
6. Diuretikum
tidak diberikan kecuali jika ada :
- Edema paru
- Gagal jantung kongestif
- Edema anasarka
7. Kardiotonikum (
cedilanid ) jika ada indikasi.
8. Tidak ada respon
terhadap penanganan konservatif pertimbangkan seksio sesarea.
Catatan:
Syarat pemberian Magnesium Sulfat:
- Harus tersedia antidotum Magnesium Sulfat yaitu Kalsium Glukonas 10%, diberikan iv secara perlahan, apabila terdapat tanda – tanda intoksikasi MgSO4.
- Refleks patella (+)
- Frekuensi pernafasan > 16 kali / menit.
- Produksi urin > 100 cc dalam 4 jam sebelumnya ( 0,5 cc/ kg BB/ jam ). Pemberian Magnesium Sulfat sampai 20 gr tidak perlu mempertimbangkan diurese
Pengobatan Obstetrik :
1. Semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin.
2. Terminasi
kehamilan
Sikap dasar : bila sudah stabilisasi (
pemulihan ) hemodinamika dan metabolisme ibu, yaitu 4-8 jam setelah salah satu
atau lebih keadaan dibawah ini :
· Setelah
pemberian obat anti kejang terakhir.
· Setelah
kejang terakhir.
· Setelah pemberian
obat-obat anti hipertensi terakhir.
· Penderita
mulai sadar ( responsif dan orientasi ).
3. Bila anak hidup dapat dipertimbangkan bedah
Cesar.
Perawatan Pasca Persalinan
Bila persalinan terjadi pervaginam, monitoring
tanda-tanda vital dilakukan sebagaimana lazimnya.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan setelah 1 x 24 jam
persalinan.
Biasanya perbaikan segera terjadi setelah 24 - 48 jam
pasca persalinan
ion titanium hair color | TITADO IKEA - TiGANO's
BalasHapusThis ceramic vs titanium curling iron color is titanium necklace ideal for many titanium teeth dog women. It titanium density is very unique with a beautiful and unique shape. gaggia titanium